Ecotourism Artikel Bahasa Indonesia di bawah ini
Ecotourism is part of the ASEAN Tourism Strategic Plans (ATSP) for 2016–2025. The vision is, “By 2025, ASEAN will be a quality tourism destination offering a unique, diverse
ASEAN experience, and will be committed to responsible, sustainable, inclusive and balanced tourism development, so as to contribute significantly to the socioeconomic well-being of ASEAN people.”
The United Nations World Tourism Organization (UNWTO) defines sustainable tourism as “Tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment and host communities.”
Ecotourism, also known as green tourism, itself focuses primarily on experiencing and learning about nature, and it is ethically managed to be low-impact, non-consumptive, and locally oriented. It typically occurs in natural areas, and should contribute to the conservation or preservation of such areas” (Fennell, 1999: 43. Ecotourism: An Introduction).
Furthermore, some studies in 2021 discuss sustainable tourism as a new concept to promote the green tourism industry, leading to achieving sustainable development goals faster and easier. Ecotourism can balance the social, economic, and environmental aspects in a stable interaction, which will be a factor in improving the level of the green economy.
A study by Zhang et al. (2022) on ASEAN countries from 2000 to 2021 about the effect of ecotourism on green economic growth also shows that the tourism sustainable development index has a positive and linear relationship with ASEAN countries’ green economic growth index.
Although more recent research is needed, the study then suggested ASEAN countries and other countries worldwide develop a joint action plan or practical policies such as the green financing market to promote projects related to ecotourism in ASEAN countries.
Another recommendation is to increase the role of the government in supporting small and medium enterprises (SMEs) in the ecotourism industry. Such as the reduction of administrative bureaucracies and the transparency of the law that will also increase the level of sustainable economic growth in each country.
Moreover, the ASEAN member states need to advance digital infrastructure to provide environmentally-friendly digital ecotourism services. This is related to the shift in tourists’ stay duration as of the pandemic. Many tourists opt to stay longer in destinations where they can also work remotely. This means they will tend to spend more on locally produced goods and services, which has positive effects on the local economy and eventually promotes longer stays.
From an environmental and conservation point of view, ecotourism not only educates travelers but fosters a sense of responsibility. It also raises awareness among local communities and fosters a sense of stewardship, ensuring a sustainable future for local and Southeast Asia’s natural treasures and cultural heritage.
Ecotourism empowers locals to protect their natural resources. Supporting community-based conservation initiatives will preserve local ecosystems. Consuming locally produced goods shortens supply chains, minimizes harmful environmental effects, and promotes conservation and well-being.
Embracing ecotourism means a challenge in balancing social economic prosperity with environmental and conservation goals. The government needs to create the right environment that would support this form of sustainable tourism.
Thus, a collaborative approach is essential with private sectors, travelers, local communities, and conservation organizations. It will help in creating greener infrastructure, skilled tourism workers and destination managers, and laws and policies that ensure all parties operate more sustainably.
Bahasa Indonesian
Pariwisata berkelanjutan merupakan bagian dari ATSP 2016–2025. Visinya adalah, pada tahun 2025, ASEAN akan menjadi destinasi pariwisata berkualitas yang menawarkan keunikan dan keberagaman pengalaman, dan akan berkomitmen untuk pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab, berkelanjutan, inklusif, dan seimbang, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat ASEAN.
UNWTO mendefinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, yang memenuhi kebutuhan pengunjung/wisatawan, industri, lingkungan, dan komunitas setempat/tuan rumah.
Sementara ekowisata, yang juga dikenal sebagai pariwisata ramah lingkungan, berfokus terutama pada pengalaman dan pembelajaran tentang alam, dan dikelola secara etis agar berdampak/berisiko rendah, tidak konsumtif, dan berorientasi lokal (pengendalian, manfaat, dan skala). Hal ini biasanya terjadi di kawasan alami, dan harus berkontribusi terhadap konservasi atau pelestarian kawasan tersebut” (Fennell, 1999: 43. Ecotourism: An Introduction).
Beberapa penelitian pada tahun 2021 membahas pariwisata berkelanjutan sebagai konsep baru untuk mendorong industri pariwisata ramah lingkungan, yang mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dengan lebih cepat dan mudah. Ekowisata dapat menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam suatu interaksi yang stabil, yang akan menjadi faktor dalam peningkatan level ekonomi hijau.
Sebuah studi di tahun 2022 pada negara-negara ASEAN dari tahun 2000 hingga 2021 tentang pengaruh ekowisata terhadap pertumbuhan ekonomi hijau juga menunjukkan bahwa indeks pembangunan berkelanjutan pariwisata mempunyai hubungan positif dan linier dengan indeks pertumbuhan ekonomi hijau negara-negara ASEAN.
Meskipun diperlukan penelitian yang lebih baru, studi tersebut kemudian menyarankan negara-negara ASEAN dan negara-negara lain di seluruh dunia untuk mengembangkan rencana aksi bersama atau kebijakan praktis, seperti pasar pembiayaan ramah lingkungan untuk mempromosikan proyek-proyek terkait ekowisata di negara-negara ASEAN.
Rekomendasi lainnya adalah meningkatkan peran pemerintah dalam mendukung usaha kecil dan menengah (UMKM) di industri ekowisata, seperti yang terkait dengan birokrasi administrasi dan transparansi hukum yang dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di setiap negara.
Selain itu, negara-negara anggota ASEAN perlu memajukan infrastruktur digital untuk menyediakan layanan ekowisata digital yang ramah lingkungan. Hal ini berhubungan dengan pergeseran durasi menginap wisatawan sebagai salah satu efek dari pandemi.
Banyak wisatawan memilih untuk tinggal lebih lama di lokasi di mana mereka juga dapat bekerja dari jarak jauh. Hal ini berarti mereka akan cenderung membeli barang dan jasa yang diproduksi secara lokal, sehingga berdampak positif terhadap perekonomian lokal dan pada akhirnya mendorong masa tinggal yang lebih lama.
Dari sudut pandang lingkungan dan konservasi, ekowisata tidak hanya mengedukasi wisatawan tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab. Ekowisata juga meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat maupun komunitas lokal dan menumbuhkan rasa kepedulian, memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi kekayaan alam dan warisan budaya lokal dan Asia Tenggara.
Ekowisata memberdayakan penduduk setempat untuk melindungi sumber daya alam mereka. Dengan mendukung inisiatif konservasi berbasis komunitas, ekosistem lokal akan ikut dilestarikan. Mengkonsumsi barang-barang produksi lokal juga akan memperpendek rantai pasokan, meminimalkan dampak buruk pariwisata konvensional terhadap lingkungan, dan mendukung langkah konservasi serta meningkatnya kesejahteraan.
Merangkul ekowisata berarti menyambut tantangan dalam menyeimbangkan kesejahteraan sosial ekonomi dengan tujuan lingkungan dan konservasi. Pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang tepat yang akan mendukung bentuk pariwisata berkelanjutan ini.
Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif dengan sektor swasta, wisatawan, komunitas lokal, dan organisasi konservasi sangat penting. Hal ini akan membantu menciptakan infrastruktur yang lebih ramah lingkungan, pekerja pariwisata dan manajer destinasi yang terampil, serta undang-undang dan kebijakan yang memastikan semua pihak beroperasi secara lebih berkelanjutan.