Contributing to 40% of the global fish catch, small-scale fisheries are important to sustainable development, especially in developing countries and small islands.
In a world striving towards a sustainable future, every industry has a role to play. Take for example, a pillar of Southeast Asia’s economy and food supply: fisheries.
Fish is a valuable but limited resource that needs proper management to meet the increasing demand for both sustenance and economic benefits.
The fisheries sector, including modern fishing and fish processing practices, is responsible for maintaining sustainable fishing practices. In recent years, aquaculture, particularly in Asia, has experienced significant growth, leading to record-high production levels.
The 2022 edition of The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) report, published by the Food and Agriculture Organisation of the United Nations, states that total production in 2020 reached a remarkable 214 million tons, with 178 million tons of aquatic animals and 36 million tons of algae.
Global consumption of aquatic animals-based foods has continued to rise to 20.2 kg per capita, or almost more than double the consumption in the 1960s. With an average increase of 3.0 percent annually since 1961, that percentage is almost double the annual growth rate of the human population.
Meeting the world’s needs in a sustainable, inclusive, effective, and efficient manner is becoming increasingly urgent in order to restore marine resources which continue to decline due to overfishing, poor management, and environmental factors.
Contributing to 40% of the global fish catch, small-scale fisheries are important to sustainable development, especially in developing countries and small islands. It is an integral part of the local, national, and global food security system.
Small-scale fisheries also provide opportunities for women’s empowerment in remote areas and decent working and livelihood conditions for localized fishermen, fish cultivators, and other fisheries sector workers. They provide guaranteed livelihoods that support maintaining quality living standards, social welfare, and cultural heritage.
The large contribution of small-scale fisheries is important for achieving the 2030 Sustainable Development Goals; the United Nations recognized it by initiating the International Year of Artisanal Fisheries and Aquaculture (IYAFA) global action plan in 2022.
IYAFA aims to support small-scale fishing and aquaculture households (RTP) whose characteristics include limited production, technology, and small capital investment and are generally managed at the family or community level with a small number of workers. RTP sells its products in local, national, and international markets.
IYAFA provides support to strengthen these small-scale producers so that they can partner with each other and be included in policy-making and decisions that affect their daily lives.
Another goal of IYAFA is to promote the development and adoption of responsible and sustainable fishing and aquaculture practices. Integrating blue transformation into national, regional, and global food policies; expanding and intensifying fishery production; as well as increasing the capacity of an efficient and resilient fishing industry.
Natuna has 5,658 fishing households (RTP) for catching and 472 for cultivation spread over 15 sub-districts and 4,499 fishing fleets (boats, motorboats, outboard motors).
Implementing the IYAFA framework to support the Natuna fishing industry requires capacity-building initiatives with approaches adapted to the financial, human, and technological capacity constraints faced by Natuna.
An inclusive, participatory, and innovative ecosystem approach and co-management mechanism must address the needs of and benefit small-scale fisheries in Natuna. By achieving a blue transformation in good governance, legal framework, and sound institutions, a conducive investment environment will also be created for the Natuna fishing industry.
Bahasa Indonesian Translation
Ikan adalah salah satu sumber pangan akuatik yang mengandung protein, asam lemak omega-3, berbagai mikronutrien, menyehatkan serta tergolong terjangkau untuk jenis ikan tertentu. Ikan juga enak dikonsumsi sebagai boga bahari maupun olahan lainnya. Keistimewaan ini membuat kebutuhan akan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Namun, ikan bukanlah sumber daya yang tidak terbatas. Sebagai sumber daya akuatik, ikan perlu dikelola dengan baik untuk mempertahankan ketersediaannya bagi pemenuhan nutrisi, ekonomi, dan kesejahteraan sosial populasi manusia yang terus bertambah. Termasuk sektor perikanan, khususnya terhadap praktik penangkapan ikan dan pengolahan ikan modern.
Menurut laporan tahunan The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) edisi 2022, total produksi dan budidaya perikanan, khususnya di Asia, telah naik ke level tertinggi sepanjang masa sebagai akibat dari pertumbuhan budidaya sumber daya akuatik. Kenaikan sebesar 214 juta ton pada tahun 2020, terdiri dari 178 juta ton hewan air dan 36 juta ton ganggang (algae).
Konsumsi global terhadap makanan akuatik (yang berasal dari hewan air), kecuali ganggang, juga terus naik mencapai 20,2 kg per kapita atau hampir lebih dari dua kali lipat konsumsi pada 1960-an. Dengan rata-rata kenaikan 3,0 persen pada tingkat tahunan sejak 1961, persentase tersebut hampir dua kali lipat laju pertumbuhan tahunan populasi manusia.
Memenuhi kebutuhan dunia secara berkelanjutan, inklusif, efektif, serta efisien pun menjadi semakin mendesak untuk dilakukan demi memulihkan sumber daya perikanan yang terus menurun akibat penangkapan ikan yang berlebihan, pengelolaan yang buruk, maupun faktor lainnya.
Menyumbangkan 40% dari hasil tangkapan perikanan global, perikanan skala kecil memiliki kontribusi penting dalam pembangunan berkelanjutan, khususnya di negara berkembang dan kepulauan kecil. Perikanan skala kecil menjadi bagian penting dari sistem ketahanan pangan lokal, nasional dan global.
Perikanan skala kecil juga memberi kesempatan bagi terwujudnya pemberdayaan perempuan di daerah terpencil serta kondisi kerja dan penghidupan yang layak bagi nelayan kecil, pembudidaya ikan maupun pekerja sektor perikanan lainnya. Terjaminnya mata pencaharian yang turut mendukung terjaganya standar kualitas hidup, kesejahteraan sosial dan warisan budaya.
Besarnya kontribusi perikanan skala kecil menjadi penting bagi tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 sehingga diakui oleh PBB melalui penggagasan rencana aksi global International Year of Artisanal Fisheries and Aquaculture (IYAFA) pada tahun 2022.
IYAFA bertujuan mendukung rumah tangga perikanan (RTP) tangkap dan budidaya skala kecil yang memiliki karakteristik, antara lain terbatas dari sisi hasil produksi, teknologi, investasi modal, dan umumnya dikelola pada level keluarga atau komunitas dengan jumlah pekerja yang juga kecil. RTP yang menjual hasil produksinya di pasar lokal, nasional maupun internasional.
Dukungan diberikan untuk memperkuat produsen skala kecil agar dapat bermitra satu sama lain dan disertakan dalam pengambilan kebijakan maupun pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.
Tujuan lain IYAFA adalah meningkatkan pengembangan dan adopsi praktik penangkapan dan budidaya ikan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Mengintegrasikan transformasi biru ke dalam kebijakan pangan nasional, regional dan global; memperluas dan mengintensifkan produksi perikanan; serta meningkatkan kapasitas industri perikanan yang efisien dan tangguh.
Natuna memiliki total 5.658 rumah tangga perikanan (RTP) tangkap dan 472 RTP budidaya yang tersebar di 15 Kecamatan serta jumlah armada perikanan (perahu, kapal motor, motor tempel) sebesar 4.499.
Mengimplementasikan kerangka IYAFA untuk mendukung industri perikanan Natuna memerlukan inisiatif pengembangan kapasitas dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kendala kapasitas keuangan, manusia, dan teknologi yang dihadapi oleh Natuna.
Pendekatan ekosistem dan mekanisme manajemen bersama yang inklusif, partisipatif, dan inovatif harus mampu menjawab kebutuhan serta menguntungkan perikanan skala kecil di Natuna.
Dengan tercapainya transformasi biru dalam hal tata kelola yang baik, kerangka hukum, dan kelembagaan yang sehat, maka akan tercipta pula lingkungan investasi yang kondusif bagi industri perikanan Natuna.