(Bahasa Indonesian translation at the end of the article)
From generation to generation, the fishermen of Natuna have protected the island’s marine ecosystems. The people of Natuna depend on the fishing industry as their main livelihood, so Natuna fishermen position themselves as leaders in local business, contributing to one of the largest GRDPs (Gross Regional Domestic Products) of the Natuna Regency.
Fishermen born and raised in Natuna have fought hard for sustainable fishing practices, but for years they’ve watched their seas “looted” through illegal fishing, which causes damage to the Natuna Sea ecosystem — and economy. The Natuna fishermen also feel that they, as hosts, are being pushed out of their own homes as foreign powers pillage their waters for fish.
Therefore, Natuna’s budding ecotourism industry has the full support of the fishermen. Through Invest SEA representatives traveling to Natuna and talking with these fishermen, they agree that ecotourism is an opportunity to stimulate various forms of creative collaboration with the fishing sector and encourages inclusive economic transformation by creating new jobs.
Thus, the Natuna fishing industry will not only be the primary revenue stream but also open a new branch of income stream as an intermediary for other types of industry and local businesses in Natuna. The fishermen welcome cooperation initiatives with an effort to empower local business actors.
The fishermen have already been discussing where investments could make a real difference. Namely, procuring or funding fishing equipment, more modern ships, and training on the latest technology or knowledge exchange between fishermen from within and outside Natuna.
We can learn from various cities or fishing villages from inside and outside the country. Lamma Island and Po Toi O Island in Hong Kong are both famous for their multicultural communities and fresh seafood restaurants and have become international film shooting locations. Hong Kong also has a floating fish market and houseboats tour in Aberdeen Harbor and an eco-tour program on Tai O Island as a popular tourist destination.
San Juan in Puerto Rico also has an annual international fishing competition. The fishing town of Volendam in the Netherlands has its windmill landmarks. Various fishing towns in Greece, Italy, Japan, and other parts of the world are local trademarks.
From within the country itself, Balikpapan is prepared to become a buffer city for the new capital of the archipelago. There is also the city of Amed in Bali and Pelabuhan Ratu and Pangandaran in West Java which are no less famous among foreign tourists.
Involving the fishermen and local business actors in developing Natuna as an ecotourism spot will create a more integrated economic ecosystem. Adding a modern fleet of ships can also be used as alternative transportation to support the inflow of tourists from and out of Natuna.
Investors are already working with locals to create more marine ecotourism sites, like fish markets on land and water, floating seafood restaurants, sport fishing competitions, sailing championships or sailing festivals, and special family fishing zones. Not to mention the 119 marine tourism sites, including diving among shipwrecks, as bonus destinations are no less tempting.
Agendas need to support the livelihoods of its citizens, the local economy, the workforce, and the sustainability of its natural ecosystem. Ecotourism and fishing can provide a balance between these elements.
Bahasa Indonesian:
Penduduk Natuna mengandalkan profesi nelayan sebagai mata pencaharian utama mereka. Oleh karena itu nelayan Natuna tidak hanya melihat dan memposisikan diri mereka sebagai para pelaku usaha lokal yang berkontribusi dalam pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar Kabupaten Natuna. Mereka juga mengambil peran sebagai pelindung ekosistem laut Natuna, rumah sekaligus sumber keberlangsungan hidup warga Natuna dari generasi ke generasi.
Para nelayan yang lahir dan besar di Natuna telah bertahun-tahun memperjuangkan agar sektor perikanan sebagai sektor unggulan dikembangkan secara serius dengan fokus dukungan pada pemberdayaan nelayan Natuna, sumber daya alam dan manusia yang berkelanjutan.
Dengan demikian, industri perikanan Natuna tidak hanya menjadi sumber aliran pendapatan utama, tetapi sekaligus membuka cabang aliran pendapatan baru sebagai perantara bagi jenis industri maupun usaha lokal lain di Natuna.
Inilah sebabnya konsep ekowisata mendapat dukungan penuh dari nelayan Natuna. Ekowisata tidak hanya berpeluang lebih besar merangsang berbagai bentuk kerjasama yang kreatif, tapi juga mendorong transformasi ekonomi yang inklusif melalui terciptanya lapangan pekerjaan baru maupun kemungkinan-kemungkinan lain.
Mereka menyambut dan menantikan inisiatif peluang kerjasama dalam upaya memberdayakan pelaku usaha lokal secara langsung dengan tangan terbuka.
Selain dalam bidang penangkapan dan pengolahan ikan tangkap, unsur berkelanjutan harus menjadi tujuan dan landasan utama kerja sama. Mengingat nelayan Natuna memiliki pengalaman bertahun-tahun melihat laut mereka “dijarah” melalui penangkapan ikan ilegal yang menyebabkan rusaknya ekosistem Laut Natuna. Nelayan Natuna juga merasakan bagaimana mereka, sebagai tuan rumah, tersingkirkan dari rumah sendiri.
Berbicara mengenai peluang investasi dan pemberdayaan Natuna, ada beberapa bentuk kerja sama yang ditawarkan oleh nelayan Natuna. Antara lain, pengadaan atau pendanaan alat pancing maupun kapal yang lebih modern serta pelatihan teknologi terkini atau pertukaran ilmu antar para nelayan baik dari dalam maupun luar Natuna.
Selain perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang banyak dilirik, masih banyak potensi ekonomi Natuna yang bisa digali dan dijelajahi. Kita bisa belajar dan mengambil referensi dari berbagai kota atau desa nelayan dari dalam dan luar negeri yang kini telah maju dan berkembang pesat dari sisi ekonomi maupun aspek lainnya.
Beberapa di antaranya adalah Pulau Lamma dan Po Toi O di Hongkong yang tidak hanya terkenal dengan komunitas multikulturalnya dan restoran boga bahari yang segar, tapi juga menjadi lokasi syuting film skala internasional. Hong Kong juga memiliki tour pasar ikan terapung dan rumah perahu di Aberdeen Harbour serta program eco tour di Pulau Tai O yang bisa dijadikan rujukan agenda destinasi wisata.
Ada juga San Juan di Puerto Rico yang memiliki lomba memancing tahunan berskala internasional dan kota nelayan Volendam di Belanda dengan landmark kincir anginnya. Jangan lupakan juga berbagai kota nelayan yang ada di Yunani, Italia, Jepang serta belahan dunia lain yang menjadi tujuan incaran para wisatawan berkat identitasnya sebagai kota nelayan dengan eksotismenya masing-masing.
Dari dalam negeri sendiri ada Balikpapan yang dipersiapkan untuk menjadi kota penyangga ibu kota baru Nusantara. Ada juga kota Amed di Bali dan Pelabuhan Ratu serta Pangandaran di Jawa Barat yang tidak kalah terkenal dari Bali di kalangan turis mancanegara.
Arah pengembangan Natuna sebagai spot ekowisata akan semakin terintegrasi dengan maksimal jika melibatkan langsung nelayan maupun bisnis lokal lainnya. Bertambahnya armada kapal yang lebih modern juga bisa dimanfaatkan sebagai transportasi alternatif penunjang arus keluar masuk wisatawan dari dan keluar Natuna.
Pasar segar ikan di darat maupun terapung, restoran boga bahari terapung, lomba olahraga memancing, kejuaraan berlayar atau festival kapal layar, dan zona khusus memancing keluarga adalah sebagian dari ide pengembangan wisata tematik Natuna yang bisa diulik lebih jauh. Belum lagi 119 objek wisata bahari sebagai destinasi bonus yang tidak kalah menggiurkan.
Mempromosikan berbagai potensi ekonomi Natuna sebagai brand wisata perlu mengedepankan agenda-agenda yang mendukung tidak hanya keberlangsungan mata pencaharian warganya, ekonomi lokal secara keseluruhan dan tenaga kerja, tapi juga keberlanjutan ekosistem alaminya. Ekowisata mampu memberikan keseimbangan antar elemen-elemen tersebut.