Sign Invest SEA’s Change.org policy advocacy petition against foreign IUUF
Terjemahan Bahasa Indonesia di bawah ini.
IUU fishing is a global maritime crime recognized by the United Nations since 2008.
In ASEAN countries, the total economic loss from illegal fishing in 2019 was estimated at $6 billion. In Indonesia alone, each year, IUU (Illegal, Unreported, Unregulated) fishing activities cost Indonesia $3 billion.
Not only that, IUU fishing in the Exclusive Economic Zone around the Natuna Islands in 2016 also caused an economic losses of $198 million.
Unfortunately, although ASEAN countries have held many agreements and discussions regarding IUU fishing, efforts to combat IUU fishing in this region are still ineffective due to various challenges, including the struggle to prioritize regional cooperation over national interests.
In recent news, the Indonesian government has postponed the implementation of the quota-based, measurable fishing policy until 2025. In the future, this policy will be implemented in six WPPNRI zones (Republic of Indonesia State Fisheries Management Areas).
The new policy aims to attract investment opportunities in the fisheries sector from upstream to downstream. The investment opportunities are extensive and include the fish catching and transport industry, fish processing, and fishery product export activities, which can absorb their workforce.
Concerns regarding this policy came from experts, the Indonesian Ombudsman, and NGOs, who identified several areas needing improvement in Indonesia’s fisheries management. These include bolstering community and stakeholder capacity, adopting region-based fisheries management, and strict monitoring and evaluation.
While the full impact of Indonesia’s new policy remains to be seen, let’s hope that it will represent a crucial step forward in combating IUU fishing. Indonesia and ASEAN must have a more binding commitment in navigating the IUU fishing-scapes and safeguarding the region’s marine resources for generations to come.
Praktik penangkapan ikan ilegal, atau IUU fishing, merupakan kejahatan maritim global yang diakui PBB sejak tahun 2008.
Di negara-negara ASEAN, total kerugian ekonomi akibat penangkapan ikan ilegal pada tahun 2019 diperkirakan mencapai $6 miliar. Di Indonesia sendiri, kegiatan Illegal, Unregulated, Unreported – IUU fishing (penangkapan ikan Ilegal, Tidak Diatur, Tidak Dilaporkan) merugikan Indonesia sebesar 3 miliar dolar setiap tahunnya.
Tidak hanya itu, penangkapan ikan IUU di Zona Ekonomi Eksklusif di sekitar Kepulauan Natuna pada tahun 2016 juga menyebabkan kerugian ekonomi sebesar $198 juta.
Sayangnya, walau telah banyak kesepakatan dan diskusi terkait IUU fishing, upaya melawan IUU fishing di kawasan ASEAN masih belum efektif dikarenakan berbagai tantangan, termasuk perjuangan untuk mengutamakan kerja sama regional dibandingkan kepentingan nasional.
Belakangan ini, pemerintah Indonesia menunda penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota hingga tahun 2025. Ke depan, kebijakan ini akan diterapkan di enam zona WPPNRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia).
Kebijakan ini nantinya bertujuan untuk menarik peluang investasi dari Hulu ke hilir di sektor perikanan. Adapun peluang investasinya sangat luas dan bisa mencakup industri penangkapan dan pengangkutan ikan serta pengolahan ikan hingga kegiatan ekspor produk perikanan yang menyerap tenaga kerja.
Kekhawatiran terkait kebijakan tersebut datang dari para ahli, Ombudsman Indonesia, dan LSM, yang mengidentifikasi beberapa hal yang memerlukan perbaikan dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Hal ini mencakup penguatan kapasitas masyarakat dan pemangku kepentingan, penerapan pengelolaan perikanan berbasis wilayah, serta pemantauan dan evaluasi yang ketat.
Meskipun dampak penuh dari kebijakan baru Indonesia ini masih belum terlihat, kita berharap bahwa kebijakan ini akan menjadi langkah maju yang penting dalam memerangi IUU Fishing. Indonesia dan ASEAN harus memiliki komitmen yang lebih mengikat dalam menavigasi lanskap IUU fishing dan menjaga sumber daya kelautan di kawasan ini untuk generasi mendatang.